Beberapa saat yang lalu aku baru tersadar bahwasanya ini adalah ujian nasional terakhir di hidupku, (aku harap demikian) tak terasa telah kutempuh hampir 12 tahun mencari ilmu di bangku sekolah. 12/17 hidupku telah ku habiskan di sekolah, aku berharap semua ini akan berguna bagiku, bagi masa depanku.
Semua anak kelas 3 SMA/SMK/MA pasti mempunyai perasaan yang sama denganku. Merasa senang, bahagia, dan juga terharu sekaligus sedih karena tidak lama lagi sudah meninggalkan lingkungan sekolah, lingkungan baru kita 12 tahun lalu.
Disisi lain kami senang dan bahagia karena dengan perjuangan, semangat, keringat membuahkan hasil intelektualitas, pengalaman, dan pelajaran hidup. Sekolah juga telah merubah diriku dari anak kelas 1 SD yang cengeng menjadi pemuda dewasa yang siap terjun ke masyarakat membangun bangsa dan negara.
Ingin sekali rasanya mengingat masa-masa dulu. Dengan menulis ini aku harap dapat mengingat masa-masa itu.
Mari kita mulai dengan masa-masa SD.
Beberapa hari lalu ketika aku ke SD adik aku untuk kepentingan tertentu. Ketika aku tarik gas motor menuju halaman SD tersebut kulihat banyak anak-anak berseragam putih-merah itu berlari-larian kesana kesini sambil tersenyum, tertawa terbahak-bahak. Ada juga yang sedang bermain bola, anak-anak perempuan sedang bermain lompat tali dengan senangnya. Itu semua membuka ingatanku tentang masa-masaku di SD. Memang bisa dibuktikan di setiap sekolah dasar yang kita temui pada saat istirahat bisa dipastikan halaman sekolah penuh dengan anak-anak yang sedang bermain. Inilah yang tak akan kita jumpai di halaman SMP.
Aku bersekolah di SD Kalicari 01 Semarang. 6 tahun di SD adalah masa yang menyenangkan, pada saat itu akupun tidak tahu mengapa aku harus sekolah. Aku hanya menuruti orangtua untuk belajar di sekolah, bahkan aku tidak tahu tujuan aku pergi ke sekolah dasar. Yang aku tahu hanyalah apabila aku mendapat nilai terbaik maka akan mendapat rangking 1.
Apalagi ketika kelas 1, yang aku tahu sekolah adalah tempat bermain yang luas. Itulah mengapa aku heran ketika pertama kali aku masuk kelas 1 semua temanku menangis di kelas dan memanggil orangtuanya. “hey, bukankah ini tempat bermain, mengapa kalian menangis?” pikirku.
Saat kelas 2, aku benar-benar kaget karena pada saat itu aku dan teman-teman di ajar guru yang bisa dibilang killer. Sejak saat itu saya tidak menganggap lagi sekolah sebagai tempat bermain (owww...).
Pembicaraan SD mengingatkan aku pada suatu kata, Gavera, mungkin kalian bingung apa itu. Itu adalah nama geng (lebih cocoknya sekelompok sahabat) di kelas kami. Meski beberapa saat kemudian guru kami waktu itu menjelaskan untuk tidak membuat geng – geng dalam kelas, karena itu akan membuat gap di antara kita (Wheiss, ). Namun saya beranggapan bahwa tidak semua siswa di kelas itu cocok untuk kita bergaul dengannya. Ya, ya, ada teman yang hanya sekedar salam sapa dan juga tentunya teman yang bener – bener teman. Oleh karenanya kami menganggap geng tsb adalah sekelompok sahabat dengan tujuan agar tidak ada gap – gap tadi.
Waktu terus berlalu hingga aku kelas 6. Pada saat itu aku masih menyadari bahwa sekolah adalah bekal mendapat pekerjaan (meskipun sekarang aku tidak sepenuhnya setuju). Kelas 6 bisa dikatakan waktu serius saya belajar untuk menempuh ujian. Hingga sekolah pada saat itu memberi tambahan -pelajaran bagi kelas 6. Namun, terkadang aku dan teman-teman merasa bosan dan jenuh, pada saat demikian aku dan teman-teman pergi ke lapangan untuk bermain kasti.
Ujian pun datang, alhamdulillah 100 % siswa SD di sekolahku dinyatakan lulus. Itulah pengalaman dan ceritaku semasa berseragam putih merah.
Sepertinya cerita terputus dahulu. Untuk menjaga kualitas tulisan saya, karena mood nulis sedang naik turun. Lebih baik akan kusambung pd part kedua.. peace :D
Share This Article
0 comments:
Posting Komentar